ICJR Mengingatkan DPR dan Pemerintah Untuk Membentuk Tim Pengawas Terorisme

  • Whatsapp
Polisi melakukan penggerebekan terkait terorisme di Condet
banner 300x250

Havana88 – Institute for Criminal and Justice Reform (ICJR) mengingatkan DPR dan pemerintah untuk segera membentuk Tim Pengawas Penanggulangan Terorisme (TPPT). Tim ini jadi salah satu kewajiban DPR sebagai pengawas pelaksanaan UU Pemberantasan Terorisme.

Sejak peraturan itu disahkan pada 2018 silam, Direktur Eksekutif ICJR Erasmus Napitupulu menyebut DPR justru belum juga membentuk TPPT yang merupakan perintah undang-undang. Hingga teranyar, aksi terorisme berupa bom bunuh diri yang terjadi di Gereja Katedral Makassar.

Read More

“Kami mengingatkan DPR untuk menjalankan fungsi pengawasannya melalui Pemesanan Tim Pengawas Penanggulangan Terorisme (TPPT) sesuai perintah UU Terorisme yang sampai hari ini belum dibentuk,” kata Erasmus melalui keterangan tertulis, Senin (29/3).

Erasmus menjelaskan, pesanan tim merupakan amanat UU Pemberantasan Terorisme Pasal 43J. Adapun batas waktu maksimal yakni tiga tahun setelah Undang-undang Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Terorisme diundangkan dengan tenggat 22 Juni 2021.

“Namun sampai dengan hari ini menjelang beberapa bulan menuju batas akhir tersebut, Peraturan DPR mengenai Tim Pengawas ini masih belum rencana oleh DPR,” lanjut dia.

Dengan adanya Tim Pengawas DPR, anggota yang akan mampu langsung bekerja-kerja, pemerintah terorisme, termasuk tugas-tugas genting. “Seperti pemberian bantuan medis, rehabilitasi, kompensasi untuk korban-korban terorisme,” terang Erasmus.

Dia mengingatkan mengingatkan, agar tim pengawas segera dibentuk dan disahkan hingga paling lambat Juni 2021. Erasmus juga mewanti-wanti soal kompensasi bagi korban terorisme tanpa perlu menunggu proses peradilan.

Hal tersebut terkait kasus bom bunuh diri di Gereja Makassar. Pasalnya, ada sejumlah hak yang diberikan untuk korban. Erasmus merinci beberapa di antaranya bantuan bantuan medis dan bantuan rehabilitasi psikososial serta psikologis.

Semua itu, tandas Erasmus, harus ditanggung pemerintah sesuai ketentuan Pasal 35A ayat (4) UU 5/2018 (UU Pemberantasan Terorisme), Pasal 6 ayat (1) UU No 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta Pasal 18A ayat (1) ) dan Pasal 37 ayat (2) PP No 35 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas PP No 7 Tahun 2018 tentang Pemberian Kompensasi, Restitusi, dan Bantuan kepada Saksi dan Korban (PP 35/2020).

Selain bantuan medis serta rehabilitasi psikologis dan psikososial, Erasmus kembali menyatakan bahwa korban berhak menerima kompensasi tanpa menunggu putusan pengadilan.

“Sebagaimana diketahui bahwa aksi teror bunuh diri di Gereja Makassar ini ditemukan tewas pada saat kejadian. Sedangkan terhadap anggota jaringan terorisme lainnya yang terkait masih dalam proses pengusutan sehingga akan membutuhkan waktu yang cukup lama hingga dibawa ke sidang pengadilan,” kata dia.

Pasal 18K ayat (1) PP 35/2020 pembantuan bahwa ketika pelaku tidak ditemukan atau meninggal dunia, maka LPSK dapat langsung mengajukan permohonan kompensasi kepada pengadilan untuk mendapatkan penetapan besaran pembayaran kompensasi bagi masing-masing korban, tutur Erasmus lagi.

banner 300x250

Related posts

banner 300x250