Havana88detik – Harga telur ayam meningkat drastis. Misalnya di Pasar Jatinegara, Jakarta Timur, saat ini mencapai Rp30.000 per kilogram (kg). Harga rata-rata telur ayam ras nasional juga terus meningkat, dan kenaikan tertinggi terjadi di Provinsi Papua yang mencapai Rp 42.100 / kg per Jumat (18/12).
Menurut Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag), Syailendra, kenaikan tersebut terjadi karena ada penurunan pasokan telur ayam kampung karena jumlah ayam petelur juga berkurang.
“Dampak dari harga broiler (broiler / potong) yang tinggi pada periode sebelumnya mengakibatkan beberapa ayam petelur beralih ke pasaran broiler, atau berkurangnya / kapasitas ayam petelur menurun sehingga mengakibatkan berkurangnya pasokan telur di kali ini, “katanya. Syailendra kepada detikcom, Sabtu (19/12/2020).
Beberapa waktu lalu, harga ayam hidup di tingkat peternak sempat anjlok, sehingga daging ayam di pedagang juga ikut anjlok. Kemudian, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) mengeluarkan Surat Edaran (SE) Dirjen PKH Nomor 09246T / SE / PK / 230. / F / 08/2020 Mengenai Pengurangan DOC FS dengan Pemotongan Telur Penetasan (HE) Umur 18 Hari, Penyesuaian Setting HE, dan Early Parent Stock (PS) Afkir tahun 2020.
SE diterbitkan untuk mengontrol suplai Final Stock (FS) dengan cara menurunkan DOC (day old chick) FS dengan cara pemotongan telur tetas (HE) umur 18 hari sebanyak 7 juta telur per minggu. Penurunan DOC juga dilakukan melalui pembatasan jumlah pengaturan HE dengan target 7,5 juta butir per minggu dan akan berdampak pada penurunan pasokan DOC FS pada September-Oktober 2020. Oleh karena itu harga ayam potong yang disembelih menjadi tinggi. perlahan membaik, atau tidak lagi jatuh di peternak.
Lebih lanjut, menurut Syailendra, kenaikan harga telur ayam ras juga disebabkan oleh kenaikan harga pakan ternak impor.
“Kenaikan harga pakan akibat bahan baku impor yang mengalami kenaikan juga memperburuk kondisi harga telur saat ini,” jelasnya.
Sedangkan menurut Dirjen PKH Kementerian Pertanian, Nasrullah, dari sisi stok telur keduanya sebenarnya sudah mencukupi. Selain itu, menurutnya, kegiatan tolak ayam petelur dilakukan pada ayam yang tidak lagi menghasilkan telur. Artinya, ayam petelur yang ditinggalkan dan dijual sebagai ayam potong tidak mengurangi stok telurnya, karena sebelumnya ayam tersebut sudah tidak lagi menghasilkan telur.
“Ayam yang sudah tidak bertelur lagi dijual. Jadi tidak ada hubungannya dengan produksi telur karena sudah ditolak,” kata Nasrullah.
Melengkapi Nasrullah, Kepala Divisi Harga Pangan Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Inti Pertiwi, mengatakan kenaikan itu disebabkan tingginya permintaan di tengah pandemi.
“Permintaan meningkat karena Nataru, liburan sekolah, ini juga berdampak pada permintaan. Sebelumnya, kondisi pandemi konsumsi telur meningkat, naik 0,09 kilogram per kapita per tahun. Jadi permintaan naik, otomatis harga naik,” jelas Inti.
Ia mengatakan, pandemi ini membuat masyarakat beralih mengonsumsi telur ayam daripada daging. Itulah yang menyebabkan permintaan tinggi, dan harga telur ayam naik.
“Penurunan produksi produk ternak selama pandemi itu sampai 40 persen, tapi tidak telur. Telur tidak turun, karena masyarakat beralih dari daging ke telur. Karena telur punya banyak keunggulan, lebih murah, dan mudah dijangkau, “dia menyimpulkan.