Havana88 – Majelis KPK memberikan sanksi ringan kepada Pj Direktur Pengelolaan dan Pelaksanaan Barang Bukti (Labuksi) KPK, Mungki Hadipratikto karena tidak melaporkan kepada atasannya tindakan mantan pegawai KPK I Gede Arya Suryanthara (IGAS) yang mencuri barang bukti korupsi di gedung KPK. berupa 1,9 kg emas. Berikut kronologis kejadiannya.
Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi, Albertina Ho mengungkapkan, kasus ini bermula pada 15 Desember saat Mungki melaporkan emas yang merupakan barang bukti kasus korupsi yang hilang kepada Direktur Pengawasan Intern (PI) Subroto. Kemudian Subroto menyarankan Mungki menyelesaikan masalah ini sebelum BPK melakukan audit.
Mungkin saat itu dia tidak melaporkan kepada atasannya tentang hilangnya emas tersebut. Kemudian, pada 14 Januari, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Karyoto, dipanggil Ketua Majelis KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, menanyakan kabar hilangnya emas tersebut.
Bahwa pada tanggal 14 Januari penyidik menerima telepon dari Bapak Karyoto selaku Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi yang menanyakan barang bukti emas yang hilang. Intinya menyampaikan ‘Kar, coba cek ada barang bukti emas yang hilang’, saksi menjawab ‘Silakan Pak, kami akan cek dulu. Kami belum tahu karena belum terima laporannya’,” kata Albertina saat konferensi pers, Jumat (23/23/2020). 7/2021).
Bahwa terperiksa tidak pernah melaksanakan ketentuan Pasal 2013 ayat 2 SOP Bidang Penindakan dengan menyampaikan laporan status barang bukti setiap bulan kepada Deputi Penindakan yang dilakukan oleh pemeriksa setiap tiga bulan sekali untuk tujuan penyusunan laporan pencapaian kinerja (LCK) dalam rangka evaluasi kinerja pegawai,” imbuhnya.
Mungkin saja Dewan Komisioner KPK mengetahui tindakan I Gede Ary Suryanthara (IGAS) mengambil emas terkait kasus Yaya Purnomo. IGAS sendiri sudah diadili secara etik oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan dinyatakan bersalah serta diberi sanksi.
Menurut Dewas, Mungki telah menerima laporan barang bukti logam mulia dalam kasus Yaya Purnomo sejak 29 Juni 2020 dari Kasatgas pengelola barang bukti I, Oki Setiadi. Namun, Mungki tidak melaporkan hanya memerintahkan Oki untuk mencari emas yang hilang.
Pada 24 September 2020, Mungki menerima laporan dari Oki bahwa IGAS mengambil emas tersebut. Emas tersebut kemudian digadaikan oleh IGAS.
Menimbang bahwa pada tanggal 24 September 2020 terperiksa menerima laporan dari Saudara Oki Setiadi tentang foto rekaman video CCTV yang mengambil barang bukti emas dalam kasus hilangnya Yaya Purnomo Saudara I Gede Ary Suryanthara pada tanggal 8, 9 dan 13 Januari 2020 , dan setelah dipanggil oleh Pemeriksa pada tanggal 5 Oktober 2020, Saudara IGAS mengakui perbuatannya dan barang bukti berupa emas digadaikan di Kantor Cabang Pegadaian Meruya dan Kantor Cabang Pegadaian Tanjung Duren, serta berkomitmen untuk mengembalikan barang bukti tersebut. yang digadaikan,” kata Albertina
Kemungkinan alasan untuk tidak melapor ke atasan Atas
Lebih lanjut, Albertina mengungkapkan alasan Mungki tidak melaporkan emas yang hilang. Albertina mengatakan Mungki kaget karena barang bukti emasnya hilang.
Menimbang, bahwa terperiksa di persidangan menyatakan tidak melapor kepada atasan langsungnya karena terperiksa sedikit kaget dengan kejadian tersebut karena baru pertama kali terjadi di Direktorat LABUKSI dan terperiksa hanya memikirkan bagaimana cara mengembalikannya. barang bukti supaya bisa kembali karena dari segi waktu BPK akan masuk untuk melakukan pemeriksaan. melakukan audit, yang biasanya salah satu fokus BPK adalah pengelolaan barang bukti dan penyitaan,” kata Albertina.
Sebagai ketua majelis, Albertina mengatakan majelis tidak menerima alasan Mungki. Hal ini menunjukkan kelalaian Mungki yang telah diatur dalam SOP.
“Menimbang bahwa alasan terperiksa tidak melapor karena shock dan hanya memikirkan bagaimana cara mengembalikan barang bukti. Menurut majelis, hal tersebut tidak wajar karena bukan menjadi alasan bagi terperiksa melalaikan kewajibannya sebagaimana diatur dalam SOP. ,” kata Albertina.
Dengan demikian dapat dinyatakan lalai dalam kewajibannya sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 1 huruf e dan Pasal 7 ayat 1 huruf a Perdewas Nomor 2 Tahun 2020 tentang penegakan kode etik dan kode etik KPK. . Dapat diberikan sanksi ringan berupa teguran tertulis II, hukuman tersebut berlaku selama 6 bulan.