Havana88detik – Tak bisa dipungkiri, saat ini media sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap tren kuliner. Popularitas makanan dan minuman sangat ditentukan oleh para foodies yang memanfaatkan media online secara maksimal.
Misalnya, beberapa waktu lalu, saya sempat heboh dengan tren kopi dalgona atau roti keju bawang putih yang awalnya hanya populer di media sosial. Namun karena terus menjadi perbincangan, alhasil jajanan ini sedang booming dan diburu banyak orang.
Bukan hanya sebagai makanan dan minuman yang bisa Anda buat sendiri, bahkan banyak pelaku usaha yang menjadikan hits sebagai media perdagangan untuk meraup keuntungan. Tapi seberapa efektifkah media sosial melawan tren kuliner di masyarakat?
Ditemui detikFood di kantornya di Cibubur, Jakarta Timur (6/1), Arto Soebiantoro selaku pakar brand lokal menjelaskan bahwa media online dan media offline sama-sama memiliki peran penting. Keduanya bekerja sama dalam sinergi, dalam arti lain tidak bisa hanya mengandalkan satu media.
“Dulu ada sosial media, orang dulu offline. Sekarang sudah online, tapi harus seimbang. Media online akan kurang sukses kalau tidak ada peran offline, karena saling terkait,” kata Arto.
Lebih lanjut, putra mendiang Kris Biantoro ini juga menjelaskan, meski gencar menggunakan media online namun pasarnya tetap offline. Intinya, ketika suatu produk sudah menjadi trend online, penerimaan konsumen tetap offline. “Apakah produknya bisa diterima, apakah produknya sesuai dengan pasar. Ini dinilai langsung,” kata Arto.
Lantas media sosial mana yang paling berpotensi menyebarkan tren atau produk pasar terkini? Pria berkacamata ini mengatakan semua media sosial itu potensial. “Semua media sosial itu sama. Instagram, Facebook atau Twitter adalah semua teknologi atau alat yang membantu untuk berkomunikasi dengan pasar. Intinya, media sosial hanyalah media untuk menyampaikan pesan.”
Untuk makanan atau minuman yang sedang trending berkat sosial media berarti produknya sesuai dengan pasaran sehingga bisa diterima dengan baik. Lain halnya dengan produk yang tidak pernah menjadi trend, itu pertanda bahwa pasar yang dituju tidak sesuai.