Havana88 – Indonesia kembali menerima vaksin dari Sinovac dalam bentuk jadi dengan 5 juta dosis merek Coronavac dan 1.086.000 dosis Astrazeneca. Keduanya melalui mekanisme skema pembelian langsung.
“Dengan adanya dua vaksin tersebut, berarti Indonesia telah menerima 208,7 juta dosis vaksin COVID-19,” kata Sekretaris Perusahaan dan Juru Bicara COVID-19 Bio Farma, Bambang Heriyanto dalam keterangan tertulis, Jumat (27/8/ 2021).
Menurut dia, pemerintah terus berupaya mendatangkan vaksin untuk mengamankan stok vaksin COVID-19 bagi masyarakat. Bambang menjelaskan, berdasarkan data Kementerian Kesehatan per 26 Agustus 2021, dari 34 provinsi, hanya satu provinsi yang memiliki stok vaksin di bawah 14 hari.
Ia mengatakan hingga saat ini jumlah vaksin yang telah didistribusikan sebanyak 123.256.044. Dari jumlah tersebut, 3 juta dosis CoronaVac 1 dosis, 89.366.140 dosis vaksin COVID-19 Bio Farma, 15.982.584 dosis AstraZeneca, 7.558.810, CoronaVac 2 dosis 6.848.644 dosis, dan Sinopharm dari hibah 499.866. dosis. Total vaksin yang didistribusikan selama periode 1-26 Agustus 2021 mencapai 36.631.654 dosis.
“Bio Farma akan selalu terus mendistribusikan vaksin COVID-19 ke lokasi-lokasi yang membutuhkan sesuai arahan dari Kementerian Kesehatan,” jelasnya.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof. DR. dr. Soedjatmiko, SpA(K), MSi. menyambut baik posisi Indonesia yang menduduki peringkat ke-6 dunia dalam hal jumlah penduduk yang telah divaksinasi dan peringkat ke-7 dunia dalam hal jumlah dosis vaksinasi. Diketahui hingga saat ini, lebih dari 92,8 juta orang Indonesia telah divaksinasi dua atau satu kali. “Bagus dan harus dilanjutkan,” katanya.
Namun, dia menilai lokasi vaksinasi perlu diperluas. Selain itu, diperlukan pembenahan dalam koordinasi kebutuhan penghitungan, pengiriman, dan pendistribusian vaksin. Terkait masyarakat yang enggan divaksinasi, Prof Miko mengingatkan agar tidak menunggu paparan untuk menyadari pentingnya vaksinasi COVID-19.
“Jangan menyesal kalau kena COVID-19, masuk ICU atau mati. Ekonomi dan masa depan keluarga yang ditinggalkan akan mengenaskan, kita masih pandemi,” jelasnya.
Ahli Imunisasi, dr. Elizabeth Jane Soepardi, MPH. DSc menambahkan, untuk mengendalikan pandemi, target imunisasi mencapai minimal 70% dari total populasi agar tercipta herd immunity. Sementara itu, menurut dia, cakupan vaksinasi di Indonesia baru mencapai 21%. Padahal negara dengan jumlah penduduk lebih kecil dari Indonesia bisa lebih mudah mendekati 70%.
Mengingat terbatasnya jumlah vaksin, dr. Jane mengatakan mendorong pemerintah daerah untuk memprioritaskan daerah dengan kasus COVID-19 terbanyak. Umumnya kebanyakan kasus terjadi di daerah yang lebih padat penduduknya dan memiliki mobilitas yang tinggi.
“Dengan begitu, cakupan imunisasi otomatis akan meningkat lebih cepat dibandingkan vaksin yang didistribusikan secara merata,” ujar Doktor Riset Pelayanan Kesehatan dari Erasmus University, Belanda itu.
dr. Jane juga mengingatkan orang-orang yang enggan divaksinasi varian delta, yang penyebarannya jauh lebih cepat dan penyakitnya menyebar dua kali lebih cepat dan mematikan. “99% kasus COVID-19 di Amerika Serikat adalah mereka yang belum diimunisasi, kelompok antivaksin dan antimasker,” ujarnya.